Minggu, 16 Desember 2012

Tugas 3 ICT Pendidikan Teknologi dan Kejuruan


APLIKASI PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
DI PENDIDIKAN TEKNIK DAN KEJURUAN
Oleh :PRAMONO Q100120045 1B MPD
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan khusus yang direncanakan untuk  menyiapkan peserta  didik  guna  memasuki  dunia  kerja,  serta  mengembangkan sikap profesional di bidang-bidang profesi tertentu. Lulusan pendidikan kejuruan diharapkan  menjadi  manusia  produktif  yang  mampu  bersaing  di  pasar  bebas. Pendidikan kejuruan menurut The United State Congress adalah: Vocational  education  as  organized  educational  programs  which  are directly  related  to  the  preparation  of  individuals  for  paid  or  unpaid employement,  or  for  additional  preparation  for  a  career  requiring  other than a baccalureate or advanced degree. (Calhoun dan Finch, 1982:2)
Definisi  di  atas  mempunyai  makna,  bahwa  pendidikan  kejuruan  adalah  suatu program  yang  secara  langsung  dihubungkan  dengan  persiapan  individu  sebagai calon  pemegang  jabatan  pekerjaan,  atau  berhubungan  dengan  penambahan persiapan  untuk  pengembangan  karier  seseorang.  Dengan  demikian  pendidikan kejuruan  diprogramkan  untuk  membekali  peserta  didik  dengan  berbagai pengetahuan,  keterampilan  dan  sikap  yang  sesuai  dengan  kebutuhan  lapangan kerja.  Hal  ini  sesuai  dengan  pendapat  Calhoun  dan  Finch  (1982:64)  bahwa
Vocational  education  provides  the  skills  and  knowledge  valuable  in  the  labor market”.
Tujuan  pendidikan  menengah  kejuruan  di  Indonesia  adalah  untuk meningkatkan  kecerdasan,  pengetahuan,  kepribadian,  akhlak  mulia  serta keterampilan  untuk  hidup  mandiri  dan  mengikuti  pendidikan  lanjut  sesuai dengan  kejuruannya  (Permendiknas  nomor  22  tahun  2006).  Lulusan  Sekolah  Menengah  Kejuruan  (SMK)  dipersiapkan  untuk  memasuki  dunia  kerja,  bukan  hanya dunia kerja yang terstruktur di dalam industri besar, melainkan juga pada sektor  usaha  informal  yang membutuhkan  kemandirian  kerja  (PP  nomor  29  tahun  1990).  Oleh  karena  itu,  kurikulum  SMK  menekankan  pada  pemberian  bekal kemampuan daya sesuai dan berorientasi pada kebutuhan pemakai tamatan  (demand  driven).  Melalui  kurikulum  tingkat  satuan  pendidikan  (KTSP),  guru  atau  pendidik  diberi  keleluasaan  untuk  mendesain  pembelajaran  baik  dari  segi materi,  metode,  media,  sistem  evaluasi  dan  model  pembelajaran  yang  selaras dengan kondisi perkembangan kebutuhan dunia industri atau dunia usaha. Kurikulum  Tingkat  Satuan  Pendidikan  SMK  dikembangkan  sesuai dengan  relevansinya  oleh  setiap  kelompok  atau  satuan  pendidikan  dan  komite sekolah yang mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut.
(1)   Berpusat  pada  potensi,  perkembangan,  kebutuhan,  dan  kepentingan
peserta didik dan lingkungannya;
(2)   Beragam dan terpadu;
(3)   Tanggap  terhadap  perkembangan  ilmu  pengetahuan,  teknologi,  dan
seni;
(4)   Relevan dengan kebutuhan kehidupan;
(5)   Menyeluruh dan berkesinambungan;
(6)   Belajar sepanjang hayat, dan
(7)   Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
(Depdiknas, 2009)
Prinsip tersebut mengindikasikan bahwa proses pembelajaran tidak lagi berpusat  pada guru 
(teacher center),  pembelajaran  hendaknya  berpusat  pada  siswa  (student  center).  Siswa diberikesempatan  untuk  belajar  sesuai  dengan  kemampuannya,  hingga  menguasai  bahan  ajar  (kompetensi) secara  menyeluruh dan  berkesinambungan  (mastery  learning).  Guru  bertugas  menciptakan lingkungan belajar dan membimbing siswa dalam belajar.  Pelaksanaan  KTSP  masih  menemui  banyak  kendala  terutama  pada kesiapan  sumber  daya  manusia  serta  sarana  dan  prasarana  yang  dimiliki  SMK.
Pembelajaran  di SMK pada  mata pelajaran  produktif  kompetensi  keahlian  teknik  pemesinan  secara  umum menggunakan  metode  ceramah,  demontrasi  dan  penugasan.  Kegiatan pembelajarannya  meliputi,  (1)  guru  menyampaikan  materi  (2)  guru  melakukan  demontrasi  pada  materi-materi  praktek  (3)  guru  memberikan  tugas  praktek dengan berpedoman pada gambar kerja dan (4) guru memeriksa hasil pekerjaan siswa.  Prinsip  pembelajaran  tersebut  masih  menganut  pembelajaran  yang berpusat  pada  guru  (teacher  center)  karena  peserta  didik  kurang  diberi  kesempatan  untuk  mengembangkan  potensi  dan kreativitasnya.  Hal  ini bertentangan dengan salah satu prinsip KTSP yaitu pembelajaran yang berpusat pada  potensi,  perkembangan,  kebutuhan,  dan  kepentingan  peserta  didik  dan lingkungannya. Pendekatan  pembelajaran  individual  (individual  learning)  merupakan  salah satu alternatif dalam kurikulum berbasis kompetensi (Ana, Adam 1995:7).
Pendekatan  pembelajaran  individual  memiliki  ciri  yang  sama  yakni  perhatian akan  perbedaan  individual  di  kalangan  siswa  dan  usaha  untuk  menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan itu melalui:
(1)   Lebih mengutamakan proses belajar daripada mengajar,
(2)   Merumuskan tujuan yang jelas,
(3)   Mengusahakan partisipasi aktif siswa,
(4)   Menggunakan banyak feedback atau balikan dan evaluasi,
(5)   Memberi  kesempatan  kepada  siswa  untuk  maju  dengan  kecepatan
masing-masing.  (Nasution, 2010:58)
Salah  satu  usaha  yang  dapat  dilakukan  untuk  memenuhi  perbedaan  individual  dalam  proses  belajar  mengajar  antara  lain  melalui  pemanfaatan  teknologi komunikasi  dan  informasi  (Information  and  Comunication  Technology). Menurut  Warsita  (2008:137)  yang  dimaksud  dengan  pemanfaatan  TIK  adalah  “segala  bentuk  penggunaan  atau  pemanfaatan  komputer  dan  internet  untuk pembelajaran”.  Pemanfaatan  TIK  pada  mata  pelajaran  produktif  bisa  sebagai bahan  pengayaan,  pengenalan  dasar  kompetensi,  pendalaman  materi  dan  pembelajaran  inti  (praktek  virtual).  Hal  tersebut  tergantung  dari  kebutuhan  sekolah  sesuai  dengan  kondisi  fasilitas  pembelajaran,  kondisi  guru,  kondisi  siswa dan kondisi proses belajar mengajar.  Sebagian  besar  aktifitas  pembelajaran  pada  mata  pelajaran  produktif dilaksanakan  di  laboratorium. 
Guru menjadi agen penting dalam keberhasilan penerapan teknologi pembelajaran praktek dilaboratorium program pendidikan kejuruan. Oleh karena itu guru harus tetap mengikuti perubahan teknologi dalam rangka menjamin hasil lulusan menjadi pekerja yang baik dalam dunia industri yang rumit sekalipun. Program unggulan pada gilirannya telah didukung oleh kebutuhan dari bisnis dan industri untuk lebih mempersiapkan individu untuk tenaga kerja global. Saat ini teknologi computer mempengaruhi cara pendidikan dan mempersiapkan tenaga kerja. Untuk lebih khusus teknologi computer mempengaruhi karir dan teknis/pendidikan kejuruan (CTE). Menurut Wanacott (2001), teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah menjadi alat tenologi yang kuat mempengaruhi program CTE seluruh dunia. Sebelum itu, pada tahun 1998, McKenzie juga mencatat bahwa komputer  dan teknologi informasi akan digunakan secara luas dalam pengiriman program CTE di masa depan, respon terhadap perubahan teknologi, terutama dalam sistem pendidikan.
Banyak sarjana mendukung penggunaan komputer dalam kegiatan pendidikan. Zirkle (2002) mencatat bahwa teknologi baru, seperti komputer, menjanjikan pengalaman pendidikan yang kaya. Goldberg (1996) juga mendukung argumen ini. Dia melaporkan bahwa siswa yang diajarkan dengan menggunakan kedua metode tradisional dan internet dilakukan lebih baik daripada mereka yang hanya terkena metode tradisional. Hari, Raven, dan Newman (1998) juga menemukan bahwa siswa yang diajarkan dengan menggunakan aplikasi komputer dalam
laboratorium mencapai tingkat yang lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan menggunakan kelas tradisional .

B. Rumusan Masalah
1.        Bagaimana  TIK  dan Pembelajaran di Pendidikan Teknik dan Kejuruan.
2.        Bagaimana Kesiapan  Guru Pendidikan Teknik dan Kejuruan dalam penerapan TIK
3.        Bagaimana    Penerapan  Pembelajaran  TIK di Pendidikan Teknik dan Kejuruan

BAB II PEMBAHASAN
A.     Pembelajaran TIK di Pendidikan Teknik dan Kejuruan
1.      E-Learning dalam Pembelajaran di Pendidikan Teknik dan Kejuruan
Karena pentingnya fasilitas TIK di semua bidang usaha manusia, penerapannya di bidang pendidikan adalah mendapatkan perhatian di kalangan pendidikan, organisasi dan pemangku kepentingan (Tondeur, van Keer, van Braak, & Valcke, 2008). Pendidikan Kejuruan dalam konteks ini tidak terkecuali juga, penggunaan TIK untuk mendorong kemampuan kerja sangat direkomendasikan (Saud, et al-, 2011). Namun, penggunaan Informasi dan Komunikasi Teknologi (TIK) terhadap persiapan lulusan SMK, dan dalam modus pelatihan mereka juga harus menggabungkan penggunaan e-learning dalam proses belajar mengajar. E-learning (TIK berbasis lingkungan belajar), memungkinkan siswa, peserta pelatihan dan guru / instruktur berinteraksi hampir tanpa kontak fisik. Instruksi E-learning atau web-based seperti namanya mengacu pada Penggunaan teknologi elektronik dan media untuk menyampaikan, mendukung dan meningkatkan pengajaran, pembelajaran dan penilaian. Ini mencakup unsur-unsur komunikasi di dalam dan di antara komunitas peserta didik dan guru, serta penyediaan konten online, yang mungkin secara lokal dihasilkan atau dikembangkan di tempat lain. (O'Leary et, al.., 2003)
Konsensus di kalangan praktisi pendidikan adalah bahwa e-learning adalah 'penggunaan
proses dan teknologi untuk membuat, mendistribusikan, mengelola, dan memungkinkan pembelajaran melalui elektronik jaringan. Dengan implikasi dari definisi di atas, seseorang mungkin bertanya-tanya bagaimana e-learning lingkungan yang mirip dengan belajar jarak jauh di dirancang dan presentasi dapat mendukung sifat program studi yang ditawarkan di SMK, mengingat fakta bahwa sebagian besar program memerlukan kegiatan tangan (kegiatan praktis). Tetapi dari definisi di atas menawarkan efek dari, untuk e-learning lingkungan dan fleksibilitas memungkinkan untuk pengembangan konten oleh dosen / instruktur, dalam rangka untuk memberikan guru dan siswa kesempatan untuk upload dan download materi kursus (interaksi) dan tentu saja bahan yang berkaitan dengan
kegiatan praktek (hands-on) kegiatan, seperti mesin, pengukuran dan sebagainya. E-learning dalam pengiriman kegiatan keterampilan tangan telah menemukan aplikasi dalam rekayasa pendidikan (Gupta, 2002). Penggunaan media elektronik interaktif telah terbukti menguntungkan dalam studi baru pada kejuruan dan teknis pendidikan siswa dan bahkan dipandang sebagai solusi untuk kekurangan staf dan bahan di lapangan (Karahocaa, et al-, 2010). Integrasi e-learning untuk memfasilitasi pembelajaran berbasis masalah dalam pendidikan teknik dan teknis akan memberikan siswa semacam dukungan untuk nyaman mengambil bagian dalam kegiatan belajar, memberi mereka kesempatan untuk bekerja
mandiri dan mengembangkan ide-ide baru pada masalah yang dihadapi (Tasir, et al-, 2005). Hal ini diidentifikasi lebih lanjut bahwa beberapa strategi untuk integrasi efektif e-learning dalam masalah pembelajaran berbasis (PBL) untuk rekayasa dan pendidikan teknis adalah sebagai berikut:
(1) sebagai alat tugas online
(2) Sebagai alat komunikasi sinkron (seperti chatting),komunikasi asynchronous dan alat-alat (seperti forum dan jurnal)
(3) Guru memprakarsai komunikasi untuk kasus PBL pada pembelajaran e- platform,
(4) Penyediaan Guru online untuk fasilitasi, dan
(5) Penggunaan jurnal online untuk refleksi dan penilaian. (Tasir, et al-. 2005)
Menurut Budi Murtiyasa (2011) Kekuatan TIK (power of ICT) telah mendorong para insan pendidikan untuk memannfaatkannya dalam bidang pendidikan. Pendapat ini didukung oleh (Yuk, 2006) Kekuatan TIK telah mendorong terjadinya perubahan dalam kurikulum, yang meliputi perubahan tujuan dan isi, aktivitas belajar,latihan dan penilaian, hasil akhir belajar, serta nilai tambah yang positip . Oleh karena itu, muncul istilah-istilah seperti e-teacher, e-test, e-library, e-assignment, e-education, virtual school, virtual university, e-learning, dan sebagainya. e-learning adalah pembelajaran yang menggunakan TIK untuk mentransformasikan proses pembelajaran antara pendidik dengan peserta didik. Tujuan utama penggunaan teknologi ini adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas  pembelajaran. TIK yang digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam e-learning  ini dapat berupa komputer, LAN (local area network), WAN (wide area network), internet, intranet, satelit, TV, CD ROM, dan sebagainya. Proses pembelajaran dapat disampaikan secara synchronously (pada waktu bersamaan) atau asynchronously(pada waktu yang berbeda). Bahan pembelajaran yang bercirikan multimedia, mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio, video. Hal ini merupakan kelebihan yang dimiliki media berbasis komputer. Di samping itu, suatu e-learning juga harus mempunyai kemudahan bantuan profesional isi pelajaran secara on line
Dari uraian tersebut jelas bahwa e-learning menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sebagai alat; dengan tujuan meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas, dan kenyamanan belajar; dengan obyeknya adalah layanan pembelajaran yang lebih baik, menarik, interaktif, dan atraktif. Hasil akhir yang diharapkan adalah peningkatan prestasi dan kecakapan akademik peserta didik serta pengurangan biaya, waktu, dan tenaga untuk proses pembelajaran.
E-learning termasuk model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Dengan e-learning, peserta didik dituntut mandiri dan bertanggung jawab terhadap proses pembelajarannya, sebab ia dapat belajar di mana saja, kapan saja, yang penting tersedia alatnya. E-learning menuntut keaktifan peserta didik. Melalui e-learning, peserta didik dapat mencari dan mengambil informasi/materi pembelajaran berdasarkan silabus/kriteria yang telah ditetapkan pengajar / pengelola pendidikan. Peserta didik akan memiliki kekayaan informasi, sebab ia dapat mengakses informasi dari mana saja yang berhubungan dengan materi pembelajarannya. Peserta didik  juga dapat berdiskusi secara on line dengan pakar-pakar pada bidangnya, misalnya melalui e-mail atau chatting.
Dengan demikian jelas bahwa keaktifan peserta didik dalam e-learning sangat  menentukan hasil belajar yang mereka peroleh. Semakin ia aktif, semakin banyak  pengetahuan atau kecakapan yang akan diperoleh.
Karakteristik lain dari e-learning adalah selalu memuat bahan pembelajaran yang up-to-date.  Hal ini disebabkan oleh kemudahan untuk melakukan koreksi dan pembetulan terhadap materi pembelajaran setiap saat dipandang perlu. Sebagai perbandingan, pada sistem tradisional, jika ada buku atau hand out salah cetak misalnya, perlu cetak ulang edisi berikutnya untuk membetulkannya, dan ini bisa memerlukan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Berbeda dengan bahan pembelajaran e-learning, jika diketahui ada kesalahan atau adanya temuan baru, saat itu juga materi pembelajaran dapat dikoreksi dan di update, sehingga peserta didik selalu memperoleh informasi terbaru dan terkini. E-learning juga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat belajar secara ‘bebas’ tanpa merasa ‘tertekan’. Bebas dalam artian ia dapat mencari bahan-bahan atau materi pembelajaran. Ia juga bebas dari perasaan malu, yang biasanya terjadi pada kelas tradisional, jika ia merasa lambat, tidak bisa menjawab pertanyaan guru,  atau gagal dalam belajarnya. Mereka dapat bebas bertanya dan berdiskusi dengan pakar yang ada di bidangnya atau melalui program bantuan profesional (help) secara on line yang didesain pada materi pembelajaran e-learning. Ia juga bebas mengulang-ulang materi pembelajaran pada topik tertentu sampai ia memperoleh pemahaman yang lebih baik. Sementara itu, bagi peserta didik yang ‘cepat’ dalam belajarnya, ia dapat saja mempelajari topik lain, tanpa harus menunggu peserta didik yang ‘lambat’ dalam belajarnya. Dengan sistem semacam ini diharapkan bahwa hasil akhir proses belajar dengan e-learning akan lebih baik, sebab tuntutan belajar tuntas (mastery learning) dapat dipenuhi. Peserta didik juga bebas mengakses bahan pembelajaran e-learning dari mana saja ia suka.

2.      Manfaat Mengintegrasikan E-Learning di Pendidikan Teknik dan Kejuruan
Teknologi jaringan komputer/Internet dalam pembelajaran memberikan manfaat bagi pemakainaya demikian juga pemakaian dalam pembelajaran (e-learning) akan memberikan manfaat baik bagi peserta didik maupun tenaga pendidik (guru), bahkan juga bagi para pengelola lembaga pendidikan. E-learning juga memungkinkan pelaksanaan belajar jarak jauh semakin mudah dan terbuka serta dapat memasuki kategori realtime (waktu yang bersamaan) dengan belajar di sekolah.
Bagi peserta didik jelas bahwa e-learning ini akan melatih kemandirian peserta didik. Di samping itu, juga memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran dari mana pun berada. Oleh karenanya, para peserta didik dapat menghemat biaya dan waktu untuk tranportasi dari dan ke sekolah. Tetapi yang jelas, keuntungan yang terpenting adalah bahwa para peserta didik dapat belajar sesuai dengan kemampuannya. Berikut ini adalah beberapa keuntungan yang dapat diperoleh pendidik dengan
adanya model e-learning menurut (Michau, Gentil, dan Barrault, 2001):
1.        Menyusun materi pembelajaran secara on line.
2.        Membangun pembelajaran berbasis web atau e-learning.
3.        Memakan waktu pada tahap awal akan tetapi memudahkan guru merubah ataupun meningkatkan kualitas materi dengan mudah dan cepat.
4.        Memfasilitasi belajar mandiri dari peserta didik.
5.        Kemudahan dalam penugasan pekerjaan kelompok.
6.        Dukungan fasilitas alat laboratorium seperti virtual laboratorium
Keuntungan yang dapat diperoleh peserta didik dengan adanya model e-learning menurut Budi Murtiyasa 2011 adalah sebagai berikut :
1.         Membangun interaksi peserta didik melakukan diskusi secara on line.
2.    Mengakomodasi perbedaan peserta didik.
3.    Peserta didik dapat mengulang materi pelajaran yang sulit berkali-kali, sampai
pemahaman diperoleh.
4.    Kemudahan akses, kapan saja dan di mana saja.
5.    Peserta didik dapat belajar dalam suasana yang ‘bebas tanpa tekanan’, tidak malu
untuk bertanya (secara on line).
6.    Mereduksi waktu dan biaya perjalanan.
7.    Mendorong peserta didik untuk menelusuri informasi ke situs-situs pada world
wide web.
8.    Mengijinkan peserta didik memilih target dan materi yang sesuai pada web.
9.    Mengembangkan kemampuan teknis dalam menggunakan internet.
10. Mendorong peserta didik untuk bertanggung jawab terhadap belajarnya dan
membangun self-knowledge dan self-confidence.
Bagi pengelola lembaga pendidikan, e-learning juga mempunyai manfaat yang  sangat luas, di antaranya adalah meningkatkan prestise dan akuntabilitas  lembaga. E-learning memungkinkan menciptakan sistem distance education, dan virtual school. Dengan sistem ini jelas bahwa pengelola pendidikan tidak lagi perlu direpotkan denganpengadaan ruang-ruang kuliah dan sarana lainnya seperti dalam kelas-kelas tradisional. Ini berarti        e-learning akan menghemat biaya pengadaan prasarana untuk pembelajaran dan biaya operasional pemeliharaan peralatan dan gedung. (Budi Murtiyasa, 2011).

3.      Tantangan Mengintegrasikan e-laerning di Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
E-learning diidentifikasi sebagai lingkungan media interaktif yang memfasilitasi pengajaran dan belajar secara online melalui konektivitas internet, tantangan tertentu telah diidentifikasi oleh sarjana (Abdellah, 2007, Peterson, 2002). Menurut mereka, isu-isu berikut telah diidentifikasi sebagau tantangan untuk penerapan e-learning untuk pendidikan teknik (Abdellah, 2007; Peterson, 2002):
· Mengidentifikasi keterampilan yang dibutuhkan oleh siswa.
· Mengidentifikasi strategi pengajaran yang sesuai.
· Memilih penggunaan sarana elektronik dalam pekerjaan laboratorium dan sumber daya yang diperlukan untuk
laboratorium kecil.
·  Akreditasi e-learning berbasis program rekayasa.
· Penargetan interaksi dengan badan-badan pendidikan teknik internasional.
· Memperkirakan biaya sumber daya yang melayani pendidikan teknik online.
· Infrastruktur manusia dan teknis perkiraan kebutuhannya.
· Menilai kepuasan siswa dan staf.
· Menghadapi perubahan siswa
· Menilai persyaratan kelas.
Pirani (2004) dalam makalahnya berjudul "mendukung e-learning dalam pendidikan tinggi" menyatakan bahwa sementara lembaga mengadopsi e-learning beberapa masalah baru muncul, mendesain ulang program yang akan diajarkan menggunakan e- lingkungan belajar, penyediaan infrastruktur teknis dan kepemilikan keterampilan teknis untuk menggunakan e-learning oleh staf dan siswa. Tantangan utama dari pelaksanaan e-learning
dalam pendidikan teknik dan kejuruan adalah pada pengembangan teknologi, pengembangan sumber daya manusia, infrastruktur pembangunan, isu-isu ekonomi, manajerial dan pengambilan kebijakan.

B.      Kesiapan  Guru Pendidikan Teknik dan Kejuruan dalam penerapan TIK
1.      Guru Pendidikan Teknik Kejuruan dan Penerapan Teknologi Komputer
Pengetahuan tentang teknologi komputer dan komputer berbasis teknologi telah menjadi sangat penting untuk guru teknik dan kejuruan di era informasi baru. Guru teknik dan kejuruan telah menyadari nilai dan kegunaan dari teknologi komputer dalam program mereka. Namun, mereka tidak memiliki keterampilan yang diperlukan dan pengetahuan untuk menggunakannya secara efektif untuk tujuan instruksional. Dunia industri memerintahkan untuk memastikan bahwa pendidikan teknis dan kejuruan akan tetap berharga bagi sistem pendidikan, program kejuruan dan teknik harus terus memperkaya program untuk mempersiapkan siswa untuk tempat kerja dan masyarakat. Agar guru dapat  melakukan itu, mereka harus terus menggunakan komputer dalam eknologi dan mencari cara untuk menghubungkan program dan manajemen instruksional dengan tepat menggunakan teknologi komputer, terutama internet. Kompetensi guru dalam teknologi komputer sangat penting jika mereka ingin berhasil dalam tujuan instruksional karena mereka menggunakan dan mentransfer kompetensi ini kepada siswa mereka. Tentu saja, teknologi dasar komputer ini merupakan suatu keharusan bagi semua guru dan siswa (Kotrlik, 2000). Lu (2002) mencatat bahwa teknologi komputer memiliki efek yang besar pada pengajaran dan pembelajaran program kejuruan. Komputer teknologi yang berkembang dengan pesat, membawa potensi lebih untuk memberikan pendidikan kejuruan untuk peserta didik dengan cara-cara yang lebih memuaskan. Guru pendidikan kejuruan harus didorong untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan profesional untuk memperkenalkan mereka dengan menggunakan komputer teknologi untuk meningkatkan efektivitas pengajaran. Guru kejuruan dan teknik akan terus menjadi ditantang oleh teknologi baru dan harus mampu menggunakan teknologi baru yang terus mengubah cara bagaimana orang hidup, bekerja, dan belajar. Selain itu, Bork (1985) mencatat bahwa penerapan penggunaan teknologi komputer dalam pendidikan akan sangat penting dan akan menjadi penyampaian dominan sistem dalam 25 tahun ke depan. Menurut Wanocott (2001), teknologi komputer dan komputer berbasis teknologi telah menjadi alat pengajaran yang populer untuk instruktur teknologi. Dengan kualitas tinggi grafis-antarmuka pengguna, pengolahan kecepatan tinggi, dan keterjangkauan, penggunaan komputer di mempersiapkan tenaga kerja telah datang usia. Perancang perangkat lunak pendidikan sekarang mampu merancang dan mengembangkan perangkat lunak pendidikan multidimensional yang mencakup grafis berkualitas tinggi, suara stereo, dan real time interaksi.
Miller (1997) menemukan bahwa, secara keseluruhan, guru kejuruan memahami pentingnya komputer dalam pendidikan. Masalahnya adalah pendidik teknik dan kejuruan saat ini menghadapi tantangan untuk memanfaatkan
dan mengintegrasikan komputer dan teknologi yang terkait dalam instruksi mereka untuk meningkatkan belajar dan prestasi siswa. Menurut Bailey (1997), dalam komunitas pendidikan, tingkat integrasi teknologi sangat dapat mempengaruhi apa yang guru lakukan dan apa pengalaman siswa mereka. Dalam dua dekade terakhir, teknologi yang terjangkau telah memungkinkan sekolah untuk mengalami tumbuh investasi di bidang teknologi untuk proses pengajaran / pembelajaran (Sheingold & Hadley, 1990). Dwyer (1999) menyatakan bahwa teknologi komputer berbasis lingkungan belajar dapat membantu siswa memperoleh jenis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan untuk sukses, misalnya, proyek tim koperasi melalui e-mail dan diskusi Internet, elektronik, kegiatan belajar pengalaman melalui perangkat lunak khusus, simulasi kehidupan nyata pengalaman pengamatan, film komputerisasi dengan lembar cek interaktif, dan praktek kegiatan untuk mengembangkan pengambilan keputusan, pemecahan masalah, dan keterampilan manajemen. Dalam hal dari penggunaan komputer dalam proses belajar mengajar, Pusat Nasional untuk Statistik Pendidikan di Negara Malaysia (2000) Studi menunjukkan bahwa 44% guru dilaporkan menggunakan teknologi untuk instruksi kelas, 42% melaporkan menggunakan aplikasi komputer, dan 12% melaporkan menggunakan latihan praktik di kelas. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa 41% guru melaporkan siswa yang membutuhkan untuk melakukan penelitian dengan menggunakan internet, 20% siswa yang diperlukan untuk menggunakan teknologi untuk memecahkan masalah dan menganalisis data, 27% ​​memiliki siswa melakukan penelitian menggunakan CD-ROM, siswa ditugaskan 27% untuk menghasilkan laporan multimedia / proyek, 23% ditugaskan presentasi grafis bahan, 21% demonstrasi ditugaskan / simulasi, dan 7% siswa ditugaskan untuk berhubungan dengan orang lain melalui Internet. Beberapa sarjana telah membahas hambatan penerapan teknologi. Glenn (1997) mencatat bahwa struktur organisasi sekolah menghambat upaya guru untuk mempelajari teknologi baru dan menolak inovasi, misalnya, terbatas jumlah waktu yang tersedia untuk guru untuk mempelajari teknologi baru. Fabry dan Higgs (1997) menemukan bahwa masalah utama dalam implementasi dan integrasi teknologi dalam proses belajar mengajar termasuk resistensi untuk mengubah sesuatu yang baru (guru, siswa, dan sekolah), teachers'attitudes, pelatihan, waktu, akses, dan biaya. Smerdon, Cronen, Lanahan, Anderson, Iannotti, dan Angeles (2000) juga menemukan bahwa hambatan untuk penggunaan internet dan komputer untuk instruksi termasuk kurangnya komputer, kurangnya waktu rilis bagi guru untuk belajar bagaimana menggunakan teknologi, dan kurangnya waktu dalam sekolah jadwal untuk digunakan siswa komputer.
Hambatan menggunakan teknologi komputer dalam pendidikan meliputi:
1)      Kurangnya waktu guru,
2)      Kerbatasnya akses dan tinggi biaya,
3)      Kurangnya visi atau pemikiran untuk menggunakan teknologi,
4)      Kurangnya pelatihan dan dukungan,
5)      Arus praktek penilaian yang mungkin tidak mencerminkan apa yang telah dipelajari dengan teknologi.

2.      Persepsi Guru Teknik dan Kejuruan Terhadap Teknologi Komputer
Persepsi guru tentang penguasaan kompetensi komputer menjadi sangat penting dalam teknik dan kejuruan. Armstrong (1995), Kiattikomol (1994) dan lifer (1992), menyatakan bahwa penelitian tentang persepsi guru terhadap kompetensi teknologi komputer perlu ulasan dalam berbagai perspektif untuk memastikan temuan yang lebih berharga. Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai persepsi kompetensi teknologi komputer guru teknik dan kejuruan. Pada tahun 1981, Engstrom mengidentifikasi kompetensi bahwa guru dan staf sekolah harus memastikan mereka dapat bekerja secara efektif di sekolah. McCaslin dan Torres (1993) mencatat bahwa guru minim penguasaan computer khawatir tentang penggunaan teknologi komputer di sekolah. Liao (1993) menemukan bahwa guru di Taiwan yang menempatkan nilai tinggi pelatihan komputer merasa lebih nyaman bekerja dengan komputer, dan tidak memiliki kecemasan tentang bekerja dengan komputer. McCaslin dan Torres menemukan bahwa kejuruan Sikap guru terhadap penggunaan mikrokomputer dalam in-service training dipengaruhi oleh faktor dari mereka diantaranya  nilai pendidikan, kepercayaan diri dalam penggunaannya, dan kekhawatiran tentang penggunaannya. Emas (1997) mendukung temuan ini ketika ia menyatakan bahwa guru, yang tidak paham teknologi komputer, merasa tidak nyaman dengan teknologi atau mereka tidak memiliki pelatihan yang tepat.

3.      Umur Guru dan Kompetensi Teknologi Komputer
Beberapa studi telah dilakukan untuk menyelidiki hubungan antara usia guru dan persepsi teknologi komputer. Liao (1995) menemukan bahwa guru yang lebih tua memiliki lebih banyak pengalaman bekerja dengan teknologi komputer karena mereka memiliki pengalaman lebih banyak dengan mengajar dan belajar. Pada sisi lain, Kotrlik dan Smith (1989) dan Huang dan Padron (1997) menemukan bahwa guru muda merasa lebih nyaman bekerja dengan komputer, memiliki tingkat melek komputer, dan tidak merasa khawatir  tentang penggunaan komputer dibanding kecemasan dari guru tua. Dalam jangka kegunaan, Princeton Research Associates, Inc (1993) menemukan bahwa hampir dua pertiga (59%) guru di bawah 35 tahun diyakini komputer dalam kelas sangat penting sementara hanya 29% guru di atas usia 55 berbagi keyakinan ini. Di sisi lain, Yang, Mohamed, dan Beyerbach (1999) menemukan bahwa tidak ada hubungan antara komputer kecemasan di politeknik pendidik dan usia.


4.      Gender dan Teknologi Komputer
Gender diidentifikasi sebagai faktor penting yang mempengaruhi sikap guru terhadap komputer (Lu, 2002).
Beberapa studi telah dilakukan yang ditujukan hubungan antara gender dan penggunaan komputer. Loyd dan Gressard (1984) menemukan bahwa perempuan memiliki nilai yang lebih rendah pada kompetensi teknologi komputer dibandingkan laki-laki. Chen (1986) juga menemukan bahwa guru perempuan memiliki pengalaman kurang bekerja dengan komputer daripada rekan-rekan pria. Pria juga menunjukkan skor yang lebih tinggi pada beberapa sikap komputer (Chen, 1986; Liao, 1993, 1995, Lord & Gressard, 1984). Di sisi lain, Sidon dan Miller (1990) menemukan lema hubungan antara gender dan dengan persepsi penggunaan komputer. Selain itu, studi oleh Eastman dan Krendl (1987) dan Kay (1989) menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara perempuan dan laki-laki terhadap persepsi mereka tentang komputer.

5.      Pelatihan Teknologi Komputer bagi Guru Teknik dan Kejuruan
Pelatihan komputer merupakan faktor penting untuk meningkatkan efektivitas dan pengetahuan menggunakan
komputer di kalangan guru. Menurut Birkenholz dan Stewart (1991) kurangnya pelatihan dalam menggunakan
komputer merupakan penghalang utama untuk menggunakan komputer mikro dan peralatan komputer yang terkait. Pada tahun 1991, Fletcher dan Akta menemukan bahwa kecemasan komputer menurun dengan peningkatan pelatihan komputer dan sikap terhadap komputer, ditingkatkan dengan selesainya program keaksaraan tangan-di komputer. Fletcher dan Akta juga merekomendasikan penggabungan kursus komputer tambahan di SMK guru pendidikan program, serta di-service training bagi guru kejuruan menengah untuk mengurangi
kecemasan dan meningkatkan kepercayaan diri dan pengetahuan komputer. Wetzel (1993) mencatat bahwa, karena kemajuan teknologi komputer saat ini, banyak dari kompetensi komputer dapat dicapai dengan efektif integrasi ke dalam kurikulum pra-seluruh layanan. Wetzel juga mengusulkan model untuk pra- layanan persiapan yang meliputi komputer inti kursus melek huruf, dan kursus metode di mana instruktur model komputer integrasi dan teknologi kaya pengalaman lapangan. Kotrlik dan Redmann (2000) juga menyatakan bahwa pre-service program harus memperkuat penekanan mereka pada komputer teknologi pengetahuan dan keterampilan pre-service guru kejuruan. Miller (1997) menyatakan bahwa pendidik guru kejuruan dari semua bidang program utama mengungkapkan bahwa alat-alat komputer tradisional, terutama pengolah kata, menerima penggunaan rutin di kelas pre-service. Di sisi lain, teknologi baru seperti perangkat lunak authoring dan aplikasi multimedia, belum terintegrasi ke dalam kurikulum pra-layanan secara teratur. Miller juga menemukan bahwa responden berusia 40 dan lebih tua menyumbang 83% dari respon total, dan kemungkinan bahwa orang-orang tidak menerima
instruksi bagaimana menggunakan komputer pribadi sebagai bagian dari pendidikan formal mereka. Miller juga menyimpulkan bahwa guru kejuruan menyadari kegunaan potensi aplikasi komputer dan diperoleh keterampilan melalui berbagai metode.

6.      Pengalaman Teknologi Komputer Guru
Pengalaman selalu merupakan faktor besar dalam menentukan melek komputer di kalangan guru. Menurut Lu (2002), jangka waktu penggunaan komputer adalah faktor dominan yang menentukan tingkat guru dari persepsi dalam kompetensi teknologi komputer. Lu juga mencatat bahwa pengalaman komputer adalah positif terkait dengan kenyamanan guru, menyukai, dan nilai kompetensi teknologi komputer. Huang dan Padron, (1997), Liao (1993 dan 1995) dan Padron (1993) juga menemukan bahwa guru memahami komputer, mereka merasa bekerja dengan komputer dan komputer rated sebagai lebih berharga. Emas (1997) mencatat bahwa guru, yang tidak memiliki pengalaman bekerja dengan benar tentang komputer dan kurangnya pelatihan komputer, tidak akan merasa nyaman menggunakan komputer. Yang, Mohamed, dan Beyerbach (1999) mendukung pendapat ini ketika mereka menemukan bahwa pengalaman yang berkaitan dengan komputer mempengaruhi kecemasan dalam penggunaan komputer. Studi ini menemukan bahwa pengalaman pendidikan yang berkaitan dengan komputer mempengaruhi terhadap kecemasan apalagi terkait dengan perhitungkan, dan statistic.
C.      Penerapan  Pembelajaran  TIK di Pendidikan Teknik dan Kejuruan
Pengaruh penggunaan TI telah masuk dalam dunia pendidikan, dan telah membawa dampak positip yang besar dalam sistem pendidikan, serta menciptakan suatu paradigma baru dalam penyelenggaraan pendidikan. Secara khusus TI mempunyai kemampuan dan kontribusi yang sangat besar dalam merubah learning and teaching process, clan budaya belajar. Perubaham paradigma ini, lebih mengarah pada terciptanya budaya learning how lo learn,dan budaya long live learning yang tidak tergantung tempat dan waktu.
Keunggulan TI yang diperankan oleh Internet dalam menyediakan informasi apa saja, yang ditayangkan secara multimedia, telah membawa perubahan dalam budaya belajar khususnya dalam Proses Relajar Mengajar (PBM). Saat ini, hanyak lembaga pendidikan (berbagai negara, telah menyelenggarakan pendidikan jarak jauh dengan menggunakan bantuan TI. pendidikan seperti ini dinamakan sebagal e-Education, e-Learning, e-Campusi, e-dgital, Tele-Educaton, Cyber-Campus, Virtual Universiy, dll. yang juga dilengkapi dengan dgiital librarv atau virtual-library termasuk didalamnya ebook.
Narnpaknya model pendidikan e-duction ini, akan sangat diandalkan pada saat ini dan dimasa mendatang. Pada dekade berikutnya perubahan besar yang terjadi adalah penggunaan teknologi dan delivery system. Model e-Education dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk dapat menjawab tantangan perkembangan TI, khususnya dalam dunia pendidikan. Model yang dikembangkan dapat saja berbentuk off-line, real time, dan online, yang bersifat non nteractive,, semi interactive. atau ,fulllv interactive. Penerapan e-Education perlu difokuskan pada learning and teaching process, berarti bahwa model yang diciptakan juga harus berbentuk e-Iearning dan e-tcarhing dan implementasinya memerlukan suatu software. yang memiliki fasilitas learning space. Pembelajaran yang menyenangkan disebut edutainment, perpaduan antara education (pendidikan) dan entertainment (hiburan). Sebuah proses pembelajaran yang didesain sedemikian rupa sehingga muatan pendidikan dan hiburan dapat dikombinasikan dengan harmonis. Sebuah proses pembelajaran yang interaktif yang memberikan ruang kepada siswa untuk mengalami, rnencoba, merasakan, dan menemukan sendiri. Dave Meier (2000) dalam Khoiruddin Bashori menyatakan, sudah saatnya pembelajaran pola lama diganti dengan pendekatan SAVI (Somatic, Auditory. Visual, dan Intellectual). Somatic didefinisikan sebagai learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditory adalah learning by talking and hearing (belajar dengan berbicara dan mendengarkan). Visual diartikan learning by observing and picturing (belajar dengan mengamati dan mcnggambarkan). Intellectual maksudnya adalah learning bv problem solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi). Keempat pendekatan belajar tersebut diintegrasikan sedemikian rupa sehingga siswa dan guru dapat secara bersama-sama menghidupkan suasana kelas. Kelas, dengan pendekatan ini tidak lagi seperti kuburan, akan tetapi merupakan arena bermain yang menyenangkan bagi anak. Pclajaran dikenalkan dalam suasana bermain dan bereksperimen. Suasana kelas yang menggairahkan sangat bermanfaat tidak saja bagi peningkatan prestasi belajar siswa, tetapi Juga menurunkan stress, meningkatkan ketrampilan interpersonal, dan kreativitas siswa.
Di masa depan, proses belajar akan semakin mandiri; diarahkan sendiri dan dipenuhi sendiri. Ini herarti siswa perlu diberikan cukup ruang untuk mengeksplorasi, bereksperimen dan mengajari dirinva sendiri. Model pendidikan tradisional yang serius dan over-regulasi perlu diganti dengan belajar mandiri, berdasarkan prinsip-prinsip ilmu kognitif modern. Dengan model ini kecintaan belajar secara alami akan tumbuh dalam diri setiap orang. Semangat otodidak dapat berkembang subur. Setiap individu mcmi!iki gaya belajar dan gava bekerja yang unik, maka sekolah semestinya dapat melayani setiap gaya belajar individu. Sebagian orang lebih mudah belajar secara visual: melihat gambar dan diagram. Sebagian lain secara auditorial; suka mendengarkan. Sebagian lain mungkin adalah pelajar haptic: menggunakan indera perasa atau mcnggerakkan tubuh (pelajar kinestetik). Beberapa orang berorentasi pada teks tercetak; membaca buku. Yang lainnya adalah kelompok interaktif; berinteraksi dengan orang lain. (Dryden &Vos, 2001 dalam Khoiruddin Bashori).
 Kehadiran TI pada saat ini sudah tidak mungkin dihindarkan lagi. Oleh karena itu, diperlukan kesiapan untuk menerima TI, dan kemampuan untuk memanfaatkanya seoptimal mungkin. Untuk dapat memanfaatkan TI dalam pembelajaram pada pendidikan teknik dan kejuruan secara optimal, diperlukan hal – hal berikut:
(1) Visi Pembelajaran – yang menjelaskan bagaimana pembelajaran seharusnya: karakteristik, proses dan paradigmanya – di masa mendatang. TI mcmbawa peruhahan dalam berbagai aspek pembelajaran, termasuk paradigma pernbelajarannya. Apakah pembelajaran tetap berfokus pada materi dan tenaga pengajar Ataukah pembelajaran yang diinginkan adalah yang berfokus pada siswa atau kompetensi? Apakah pembelajaran akan memiliki sifat fleksibel, dari sisi peserta pembelajaran serta akses? Apakah pembela.jaran dipersepsikan memerlukan TI? Dalam hal ini, perlu ada kejelasan isi pembelajaran yang memamfaatkan TI, sehingga TI dapat dimanfaatkan dengan optimal.
(2) Realokasi sumber daya – hal ini sangat penting karena dari waktu ke waktu penerimaan setiap lembaga pendidikan relatif tidak meningkat. Untuk memanfaatkan TI, yang memiliki initial cost yang sangat timggi, diperlukan keberanian pimpinan Lembaga pendidikan untuk mereloalokasikan sumber daya sesuai denganprioritas yang ditentukan. Alokasi sumberdaya ini dapat dibuat secara bertahap dan sistematis.
3). Strategi implementasi – Sesuai dengan alokasi sumberdaya yang dibuat bertahap, maka strategi implementasi pun perlu dilakukan secara bertahap dan sistematik. Pentahapan ini menjamin bahwa langkah yang dilakukan tidak terlalu besar sehingga dapat memutarbalikkan tradisi pembelajaran yang sekarang sudah bcrjalan dan banyak orang sudah merasa nyaman dengan hal itu. Pentahapan juga dapat memberikan gambaran tentang keuntungan dari pemanfaatun TI, contoh keberhasilan pemanfaatan TI yang kemudian dapat dimamfaatkan kepada kasus-kasus lainnya, serta nilai tambah yang dapat diperoleh melalui pemanfaatan TI (misalnya keterampilan tenaga pengajar, siswa)
(4) Infrastruktur – sarana dan prasarana menjadi sangat penting dalam upaya pemanfaaran TI dalam pembela’jaran. Pemanfaatan TI sangat bergantung pada kehadiran perangkat keras pendukung, perangkat lunak, jaringan, serta sumberdaya manusia yang dapat mendukung. Jika salah satu tidak tersedia, maka pemanfaatan TI tidak akan optimal.
(5) Akses siswa kepada TI – walaupun pemanfaatan sudah dirancang dengan sistematis dan cermat, jika siswa tidak atau belum memiliki akses terhadap TI, maka pemanfaatan TI akan menjadi beban semata. Jika memungkinkan, institusi pendidikan dapat menyediakan TI yang dapat diakses oleh siswa atau institusi pendidikan dapat menjamin bahwa siswa dapat mengakses TImisalnya melalui penyediaan daftar warnet, computer and internet rental.
(6) Kesiapan tenaga pengajar – pembelajaran merupakan proses untuk knowledge prodtion knowleg transmission, dan knowledge application. Sementara itu, TI adalah alat yang dapat mempermudah dan mempercepat terjadinya proses tersebut. Tenaga pengajar perlu memiliki sikap dan pengetahuan yang jelas tentang hal tersebut, sehingga tidak menjadikan TI sebagai pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu, persiapan tenaga pengajar dimulai dari tahap penyadaran, sampai tahap adopsi dan pemanfaatan perlu dilakukan, melalui berbagai cara, seperli pelatihan, learning by doing, sekolah lanjut. Kesiapan tenaga pengajar meliputi computer., and intenet literacy, pengetahuan teknis dan operasional komputer dan internet, keterarnpilan merancang pembelajaran berhasis TI keterampilan memproduksi pembelajaran berbasis TI, serta keterampilan mengintegrasikan TI dalam sistem pembelajaran secara umum. Institusi pendidikan perlu melakukan penataan tentang penghargaan bagi tenaga pengajar yang telah mulai berpartisipasi dalarn pemanfaatan TI, sebagai salah satu bentuk motivasi ekstemal.
(7) Kendali mutu dan penjaminan mutu – Inisiasi pembelajaran berbasis TI perlu disikapi sebagai proyek pengembangan kualitas pembelajaran. Dalam hal ini, perencanaan secara konseptual maupun operasional merupakan syarat yang tidak dapat ditawar. Pemantauan inisiasi selama dilaksanakan juga merupakan mekanisme pengendalian mutu yang tidak dapat dihindarkan , kemudian evaluasi keberhasilan (cost-efftctiveness dan cost efficiency) menjadi mata rantai akhir untuk menentukan sejauhmana pembelajaran berbasis TI dapat memberikan hasil yang optimal. Perlu diyakinkan bahwa pembelajaran berbasis TI akan memberikan hasil sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, bukannya berkurang atau menyimpang.
(8) Kolaborasi dan konsorsiurn – pembelajaran berbasis TI tidak mungkin untuk berdiri sendiri. Kolaborasi dan pengembangan jejaring keahlian merupakan landasan dasar dari keberhasilan pembelajaran berbasis TI. Artinya, dituntut kerjasama dari berbagai pihak dalam beragam peran untuk dapat mengembangkan pembelajaran berbasis T1, melaksanakannya, serta mengevaluasi serta merevisi untuk kemudian meningkatkan kualitasnya. Kedelapan strategi tersebut memerlukan perencanaan dan juga sumberdaya yang tidak sedikit. Apakah kita mampu dan mau melakukan semua itu? Menurut Machiavelli dalam bukunya The Prince: “There is nothing more difficu/t to plan, more doubful of success, nor more dangerous to manage than the creation of a new order of things”. Jika memang kita perlu berubah , maka kita dapat melakukanyya.

BAB III KESIMPULAN
Penerapan inovasi teknologi dalam pendidikan merupakan  kebutuhan untuk memberikan bekal lulusan pendidikan teknik dan kejuruan untuk bersaing di pasar tenaga kerja. Teknologi mengharuskan perlunya mengintegrasikan e- learning dalam proses belajar mengajar. Selain itu, pembangunan konektivitas internet, ketersediaan dan keterjangkauan penyedia layanan jaringan pendidikan teknik dan kejuruan memungkinkan siswa untuk men-download materi pembelajaran virtual dan manual laboratorium dan melakukan laboratorium eksperimen virtual. Meskipun manfaat dan tantangan yang disebutkan di atas, penyebaran penuh e- Learning  untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran disiplin ilmu rekayasa terkait kebijakan  pengelolaan lembaga tersebut. Namun, beberapa tantangan yang diidentifikasi tidak dapat diatasi dalam jangka waktu singkat, terutama di negara-negara berkembang, namun semua upaya harus di upayakan untuk mengadopsi e-learning mengajar dan sistem pembelajaran dalam rangka untuk mencegah ketertinggalan kemajuan teknologi dari lulusan pendidikan teknik dan kejuruan dalam kemajuan dunia kerja. Pentingnya teknologi komputer dalam proses belajar mengajar kejuruan tidak bisa ditolak. Selain itu, internet menjadi alat teknologi terpenting dalam melakukan pelatihan atau kursus. Guru Kejuruan harus belajar bagaimana beradaptasi teknologi. Ini akan memastikan teknik dan program kejuruan yang relevan dengan masyarakat. Mudah-mudahan, di masa depan, teknologi komputer, dan komputer berbasis-teknologi menjadi media instruksional umum untuk pembelajaran di sekolah kejuruan.
Untuk dapat menerapkan TI dalam pembelajaram pada pendidikan teknik dan kejuruan secara optimal, diperlukan Visi Pembelajaran, alokasi pembiayaan yang tinggi, strategi implementasi, infrastruktur, akses siswa kepada TI, kesiapan tenaga pengajar, kendali mutu dan penjaminan mutu, dan kolaborasi dan konsorsium dari berbagai pihak yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Bapaa-Aliyu, Integreating e-learning in Technical and Vocational Education, International journal of Academic Research in Business an Social Sciences may 2012.
Buntat Y, Saud M.S., Dahar A, Arifin K.S., Zaid, Y.H.,Computer Technology Application and Vocational Education, European Journal of Social Sciences (2010).
Muhammad al Jinnah, Md., Abdullah-Al0Mamun,Md.Shahadad Hossain Khan and Mahbub Hasan, ICT in Vocational Teaching/Learning and Research in Southeast Asian Countries : A case of Bangladesh, International Journal of Vocational and Technical Education, 2011
Wahyu Purnomo, Pembelajaran Berbasis ICT, Workshop pembelajaran Berbasis ICT di Dinas Pendidikan Propinsi Sulawesi Selatan, 2008
Budi Murtiyasa, Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika, FKIP, UMS,2011